Selasa, 27 November 2012

isi


BAB 2


Kepemimpinan jenis ini didefinisikan sebagai kepemimpinan yang melibatkan suatu proses pertukaran (exchange process) di mana para pengikut mendapat imbalan yang segera dan nyata untuk melakukan perintah-perintah pemimpin. Sementara itu kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan yang dipertentangkan dengan kepemimpinan yang memelihara status quo. Kepemimpinan transformasional inilah yang sungguh-sungguh diartikan sebagai kepemimpinan yang sejati karena kepemimpinan ini sungguh bekerja menuju sasaran pada tindakan mengarahkan organisasi kepada suatu tujuan yang tidak pernah diraih sebelumnya.
Di dalam merumuskan proses perubahan, biasanya digunakan pendekatan transformasional yang manusiawi, di mana lingkungan kerja yang partisipatif, peluang untuk mengembangkan kepribadian, dan keterbukaan dianggap sebagai kondisi yang melatarbelakangi proses tersebut, tetapi di dalam praktek, proses perubahan itu dijalankan dengan bertumpu pada pendekatan transaksional yang mekanistik dan bersifat teknikal, di mana manusia cenderung dipandang sebagai suatu entiti ekonomik yang siap untuk dimanipulasi dengan menggunakan sistem imbalan dan umpan balik negatif, dalam rangka mencapai manfaat ekonomik yang sebesar-besarnya (Bass, 1990; Bass dan Avolio, 1990; Hater dan Bass, 1988, seperti dikutip oleh Hartanto, 1991).
Seperti diungkapkan oleh Andi Mapiare, pertumbuhan jabatan dalam pekerjaan dapat dialami oleh seorang hanya apabila dijalani proses belajar dan berpengalaman, dan diharapkan orang yang bersangkutan memiliki sikap kerja yang bertambah maju kearah positif, memiliki kecakapan (pengetahuan) kerja yang bertambah baik serta memiliki ketrampilan kerja yang bertambah dalam kualitas dan kuantitas (Rakhmat, 1996). Lama menjabat pada Jabatan sekarang Seperti halnya dengan lama bekerja di organisasi, lama menjabat pada jabatan sekarang juga berkaitan dengan penyesuaian jabatan. Seperti diungkapkan oleh Andi Mapiare, penyesuaian di sini berkaitan dengan penyesuaian-penyesuaian diri sendiri terhadap pekerjaan atau jabatan itu sendiri, terhadap jam kerja, terhadap personal yang lain terutama terhadap bawahannya (Rakhmat, 1996).
TABEL 3 Korelasi Non Parametrik Rank Spearman Hubungan Antara Dimensi Kepemimpinan Transformasional dan Karakteristik Personal Pemimpin DimensiKpmn Transformasional II IM IS IC MLQ (prob.)(prob.)(prob.)(prob.) (prob.) Karakteristik Personal Lama bekerja -0,209 -0.089 -0.120 -0,169 -0,141 (0,125)(0,517)(0,384)(0,218)(0,303) Lama menjabat -0,121 -0,059 -0,169 -0,078 -0,074 (0,378)(0,669)(0,216)(0,571) (0,590) Tingkat pendidikan 0,203 0,036 0,154 0,072 0,087 (0,137)(0,792)(0,261)(0,600) (0,528) Total karakteristik -0,169 -0,171 -0,192 -0,159 -0,153 (0,217)(0,212)(0,160)(0,248)(0,265) Sumber: Data Primer Diolah (2000) Keterangan: I I : Idealized Influence (Charisma) I M : Inspirational Motivation I S : Intellectual Stimulation I C : Individualized Consideration M L Q : Multifactor Leadership Questionnaire Tabel 3 menunjukkan hubungan antara dimensi-dimensi kepemimpinan transformasional dengan karakteristik personal lemah dan berkebalikan seperti tampak pada koefisien korelasi senilai -0,153 dengan nilai probabilitas 0,265 (> 0,05). 
Sementara itu koefisien korelasi antara karakteristik personal dan dimensi kepemimpinan transformasional ''karismatik'' yang mempunyai hubungan searah (+) adalah tingkat pendidikan seperti tampak pada koefisien korelasi senilai 0,203 dengan nilai probabilitas 0,137 (> 0,05), meskipun hubungan antara kedua variabel tersebut tidak cukup signifikan. Hal tersebut dapat terja di karena semakin tinggi pendidikan yang dimiliki seorang pemimpin akan semakin luas wawasan dan kesadaran akan misi organisasi, sehingga pemimpin semakin mampu membangkitkan kebanggaan, serta menumbuhkan sikap hormat dan kepercayaan kepada para bawahannya.
Secara garis besar ditemukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kepemimpinan transformasional dengan karakteristik personal pemimpin, sedangkan seluruh dimensi kepemimpinan transformasional ''karismatik'', ''motivasi inspirasional'', ''stimulasi intelektual'', dan ''konsiderasi individual'' berhubungan paling erat dan searah dengan karakteristik personal tingkat pendidikan pemimpin. Walaupun tidak ada hubungan yang berarti antara dimensi kepemimpinan transformasional dengan karakteristik personal pemimpin pada organisasi yang bergerak dalam bidang pendidikan, organisasi tetap harus memperhatikan hubungan dari kedua variabel ini karena karakteristik personal tidak hanya terbatas pada pengalaman (experience), tetapi juga meliputi derajat kemampuan pemimpin menghadapi kegagalan dan memiliki kekuatan pribadi (emotional coping), derajat kemampuan pemimpin mendukung perilaku yang efektif dan memelihara rasa optimis (behavioral coping), kemampuan pemimpin untuk menyalurkan dan mengevaluasi ide kritis (abstrak orientation), derajat kesediaan pemimpin untuk menerima tantangan (risk taking), kesediaan pemimpin untuk mecoba hal baru dan menantang status quo (inovation), derajat kemampuan pemimpin menggunakan humor untuk menyenangkan bawahannya (use of humor) (Dubinsky, Yammarino, Jolson, 1995).

Sumber: 
http://id.shvoong.com/social-sciences/1776213-hubungan-kepemimpinan-transformasional/#ixzz2DQLO2jW7

 Pengaruh Komunikasi Terhadap Kinerja Pegawai Pada Dinas Pengairan Provinsi Sumatera Utara Medan. Di bawah bimbingan Dra. Ulfa, MS, Prof. Dr. Hj. Ritha F. Dallmunthe, SE, M.Si selaku Ketua Departemen Manajemen, Drs. Liasta Ginting M.Si selaku Dosen Penguji I, Drs. Ami Dilham M.Si selaku dosen penguji II. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh komunikasi terhadap kinerja pegawai di Dinas Pengairan Provinsi Sumatera Utara Medan. Komunikasi adalah variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Penelitian iui dilakukan kepada pegawai Dinas Pengairan Provinsi Sumatera Utara Medan dengan menggunakan metode aksidental sampling. Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari wawancara dan kuisioner yang skala pengukurannya menggunakan skala likert dan diolah secara statistik dengan program SPSS versi 12.00 yaitu model uji t, uji asumsi klasik dan identifikasi determinan (R) serta menggambarkan kuisioner secara deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa variabel bebas mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat. Berarti variabel komunikasi berpengaruh nyata terhadap kineria pegawai. Hasil pengujian determinan menunjukkan bahwa 10,8 % variabel yang terjadi terhadap kinerja pegawai disebabkan variabel komuuikasi dan sisanya 89,2 % dipengaruh oleh variable yang tidak diteliti.
menganalisis pengaruh signifrkan dari motivasi yang terdiri dari kebutuhan akan prestasi, kebutuhan berafiliasi dan kebutuhan akan kekuasaan, baik secara bersama-sama maupun secara parsial terhadap kinerja karyawan dan kepuasan kerja. Selain itu, penelitian ini juga untuk menganalisis dengan adanya variabel moderator komitmen karyawan , dapat meningkatkan pengaruh motivasi terhadap kinerja dan kepuasan kerja karyawan. Metode penelitian yang digunakan adalah regresi linier berganda dua tahap.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor motivasi baik secara bersama­sama maupun secara parsial, berpengaruh signifikan terhadap kinerja dan kepuasan kerja karyawan. Selain itu hasil penelitian menunjukkan juga bahwa dengan adanya variabel moderator komitmen karyawan, akan meningkatkan pengaruh faktor-faktor motivasi terhadap kinerja dan kepuasan kerja karyawan.
Kata-kata kunci : Motivasi, kebutuhan akan prestasi, kebutuhan berafiliasi, kebutuhan akan kekuasaan, kinerja karyawan, kepuasan kerja karyawan
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik. Sumber : wikipedia
Kesimpulan ialah setiap permasalahan mempunyai teori teori sendiri untuk memperkuatnya dan setiap permasalahan memiliki dan Teori yang deduktif : Memberi keterangan yang dimulai dari suatu perkiraan atau pikiran spekulatif tertentu  kearah data yang akan diterangkan, Teori yang induktif : adalah cara menerangkan dari data kea rah teori. Dalam bentuk ekstrim titik pandang yang positivistic ini dijimpai pada kaum behaviorist, Teori yang Fungsional : disini tampak satu interaksi pengaruh antara data dan perkiraan teoritis, yaitu data mempengaruhi pembentukan teori dan pembentukan teori kembali mempengaruhi data.

teori teori


BAB 1

1.   Teori Kepemimpinan Sifat ( Trait Theory )
Analisis ilmiah tentang kepemimpinan beerangkat dari pemusatan perhatian pemimpin itu sendiri. Teori sifat berkembang pertama kali di Yunani Kuno dan
Romawi yang beranggapan bahwa pemimpin itu dilahirkan , bukannya diciptakan yang kemudian teori ini dikenal dengan “the greatma theory”

Dalam perkemabangannya, teori ini mendapat pengaruh dari aliran perilaku pemikir psikologi yang berpandangan bahwaa sifat – sifat kepemimpinan tidak
seluruhnya dilahirkan, akan tetapi juga dapat dicapai melalui pendidikan dan pengalaman. Sifat – sifat itu antara lain ; sifat fisik, mental dan kepribadian

2. Teori Kepemimpinan Perilaku dan Situasi
Berdasarkan penelitian, perilaku seorang pemimpin yang mendasarkan teori ini memiliki kecenderungan kea rah dua hal :

Pertama yang disebut Konsiderasi yaitu kecenderungan pemimpin yangØ menggambarkan hubungan akrab dengan bawahan. Contoh gejala yang ada dalam hal ini seperti: membela bawahan, memberi masukan kepada bawahan dan bersedia bekonsultasi dengan bawahan.
Kedua disebut struksur inisiasi yaitu kecenderungan seorang pemimpinØ yang memberikan batasan kepada bawahan. Contoh yang dapat dilihat, bawahan mendapat instruksi dalam pelaksanaan tugas, kapan, bagaimana pekerjaan dilakukan, dan hasil apa yang akan dicapai.
Jadi berdasarkan teori ini, seorang pemimpin yang baik adalah bagaimana seorang pemimpin yang memiliki perhatian yang tinggi kepada bawahan dan terhadap hasil yang tinggi juga.
Kemudian juga timbul teori kepemimpinan situasi dimana seorang pemimpin harus merupakan seorang pendiagnosa yang baik dan harus bersifat fleksibel, sesuai dengan perkembangan dan tingkat kedewasaan bawahan
 sumber :
http://wawan-junaidi.blogspot.com/2010/01/teori-teori-kepemimpinan.html

1.    Teori Model Lasswell

Salah satu teoritikus komunikasi massa yang pertama dan paling terkenal adalah Harold Lasswell, dalam artikel klasiknya tahun 1948 1.mengemukakan model komunikasi yang sederhana dan sering dikutif banyak orang yakni: Siapa (Who), berbicara apa (Says what), dalam saluran yang mana (in which channel), kepada siapa (to whom) dan pengaruh seperti apa (what that effect) (Littlejhon, 1996).


2. Teori Komunikasi dua tahap dan pengaruh antar pribadi

Teori ini berawal dari hasil penelitian Paul Lazarsfeld dkk mengenai efek media massa dalam kampanye pemilihan umum tahun 1940. Studi ini dilakukan dengan asumsi bahwa proses stimulus bekerja dalam menghasilkan efek media massa. Namun hasil penelitian menunjukan sebaliknya. Efek media massa ternyata rendah dan asumsi stimulus respon tidak cukup menggambarkan realitas audience media massa dalam penyebaran arus informasi dan menentukan pendapat umum.


3. Teori Informasi atau Matematis

Salah satu teori komunikasi klasik yang sangat mempengaruhi teori-teori komunikasi selanjutnya adalah teori informasi atau teori matematis. Teori ini merupakan bentuk penjabaran dari karya Claude Shannon dan Warren Weaver (1949, Weaver. 1949 b), Mathematical Theory of Communication.
Teori ini melihat komunikasi sebagai fenomena mekanistis, matematis, dan informatif: komunikasi sebagai transmisi pesan dan bagaimana transmitter menggunakan saluran dan media komunikasi. Ini merupakan salah satu contoh gamblang dari mazhab proses yang mana melihat kode sebagai sarana untuk mengonstruksi pesan dan menerjemahkannya (encoding dan decoding). Titik perhatiannya terletak pada akurasi dan efisiensi proses. Proses yang dimaksud adalah komunikasi seorang pribadi yang bagaimana ia mempengaruhi tingkah laku atau state of mind pribadi yang lain. Jika efek yang ditimbulkan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, maka mazhab ini cenderung berbicara tentang kegagalan komunikasi. Ia melihat ke tahap-tahap dalam komunikasi tersebut untuk mengetahui di mana letak kegagalannya. Selain itu, mazhab proses juga cenderung mempergunakan ilmu-ilmu sosial, terutama psikologi dan sosiologi, dan cenderung memusatkan dirinya pada tindakan komunikasi.
Karya Shannon dan Weaver ini kemudian banyak berkembang setelah Perang Dunia II di Bell Telephone Laboratories di Amerika Serikat mengingat Shannon sendiri adalah insiyiur di sana yang berkepentingan atas penyampaian pesan yang cermat melalui telepon. Kemudian Weaver mengembangkan konsep Shannon ini untuk diterapkan pada semua bentuk komunikasi. Titik kajian utamanya adalah bagaimana menentukan cara di mana saluran (channel) komunikasi digunakan secara sangat efisien. Menurut mereka, saluran utama dalam komunikasi yang dimaksud adalah kabel telepon dan gelombang radio.
Latar belakang keahlian teknik dan matematik Shannon dan Weaver ini tampak dalam penekanan mereka. Misalnya, dalam suatu sistem telepon, faktor yang terpenting dalam keberhasilan komunikasi adalah bukan pada pesan atau makna yang disampaikan-seperti pada mazhab semiotika, tetapi lebih pada berapa jumlah sinyal yang diterima dam proses transmisi.
Frederick Herzberg (1923- ) memiliki hubungan erat dengan Maslow dan percaya pada teori dua faktor motivasi. Herzberg berargumen bahwa ada faktor tertentu yang bisa membuat suatu pekerjaan secara langsung akan memotivasi pekerjanya untuk bekerja lebih keras. Namun ada juga faktor yang akan menurunkan motivasi pekerjanya jika faktor itu tidak ada dalam diri si pekerja, faktor yang benar-benar memotivasinya untuk bekerja lebih keras. 

Faktor pertama, seorang manajer yang berjiwa motivator akan lebih peduli dengan pekerjaan itu sendiri. Misalnya bagaimana mendesain pekerjaan menjadi sangat menarik dan berapa banyak kesempatan untuk memberikan tanggung jawab ekstra, pengakuan dan promosi kepada bawahannya.

Faktor ke dua adalah faktor yang 'mengelilingi pekerjaan'. Sebagai contoh seorang pekerja hanya akan bekerja jika tempat bekerjanya telah memberikan tingkat gaji yang wajar dan kondisi kerja yang aman dan nyaman. 

Herzberg percaya bahwa tempat kerja harus memotivasi para pekerjanya dengan mengadopsi pendekatan manajemen demokratis dan dengan meningkatkan sifat dan isi dari pekerjaan yang sebenarnya melalui metode tertentu.

Beberapa metode yang dapat digunakan oleh seorang manajer untuk mencapai hal ini adalah: 

Perluasan Tugas - Pekerja diberi berbagai tugas yang lebih besar untuk melakukan sesuatu (tidak harus lebih menantang) yang harus membuat pekerjaan lebih menarik. 

Pengayaan Tugas - Melibatkan pekerja dengan memberikannya tugas yang lebih luas dan lebih kompleks, menarik dan menantang di setiap unit pekerjaannya. Ini akan memberikan rasa prestasi yang lebih besar. 

Pemberdayaan - Mendelegasikan kekuasaan yang lebih besar kepada pekerja untuk membuat keputusan sendiri dalam setiap bidang kehidupan kerja mereka.

Konflik merupakan realitas yang harus dihadapi oleh para ahli teori social dalam membentuk model-model umum perilaku social. Seorang dictator besar cina klasik, perdana menteri Shik Huang Ti, pernah mengatakan bahwa esensi masyarakat adalah kekuasaan dan pada prinsipnya manusia itu adalah pengecut dan malas. Namun karena rasa takut akan hukum. Maka manusia menjadi baik. Rasa takut akan siksaan membuat manusia semakin sadar. Berikut ini teori konflik menurut para ahli, sebagai berikut :
1. Teori Konflik Polybius
Polybius dilahirkan pada tahun 167 SM. Ia merupakan keturunan negarawan dan salah seorang Achean terkemuka yang dibebaskan pemerintah Roma. Polybius berpandangan apa yang dikemukakan Plato bahwa akan ada Malapetaka besar yang dasyat yang akan merusak komunitas manusia, sehingga pada akhirnya manusia menjadi seorang diri. Ibarat binatang, kesendirian tersebut memaksa manusia membentuk kelompok. Ketidakmampuannya ini menyebabkan manusia membentuk komunitas dengan pribadi-pribadi yang kuat dan berani sebagai pemimpin. Keampuhan teori Negara yang dikemukakan oleh Polybius terletak pada esensi tentang adanya hubungan-hubungan dalam kekuasaan.Polybius memiliki beberapa konsepsi penting diantara para ahli teori konflik, seperti penyebarluasan wilayah membawa sebuah konflik sebagai sebuah gugatan terhadap penyerapan untuk memperkecil Negara, dengan demikian sentralisasi kekuasaan membawa sebuah berkah perdamaian.
2. Teori Konflik Ibn Khaldun
Nama lengkapnya adalah Abu Zaid ‘Abdal Rahman Ibn Khaldun, dilahirkan di Tunisia pada tahun 1332. Ibn Khaldun dipandang sebagai sosiolog sejati. Hal ini didasarkan pada pernyataannya tentang beberapa prinsip pokok untuk menafsirkan peristiwa-peristiwa social dan peristiwa-peristiwa sejarah. Factor yang menyebabkan bersatunya manusia dalam suku-suku, Negara dan sebagainya adalah rasa solidaritas atau hubungan antar masyarakat sebagai hasil peniruan dan pembauran. Menurutnya, factor-faktor inilah yang menyebabkan adanya ikatan dan usha-usaha atau kegiatan-kegiatan bersama yang terjadi antar-manusia. Sehingga kemudian dikenal inti dari konsepsi sosiologi Ibn Khaldun adalah dengan istilah “solidaritas social” atau ashabiyah.
3. Teori Konflik Machiavelli
Adalah Nicolo Machiavelli seorang Italia (1469-1527). Karya populernya adalah “The Prince” dan lebih dari itu ada karyanya yang lebih dasyat lagi, yakni :”Discourses On The First Ten Books Of Livy” ditulis dengan sudut pandang yang cukup berbeda. Pertama adalah sebuah buku pedoman bagi para penguasa. Sementara yang kedua adalah pernyataan yang sangat dalam bagi seorang pahlawan Italia yang bermimpi untuk mempersatukan bangsa Italia. Namun demikian, teori-teori tentang hakikat dan kebesaran manusia pada prinsipnya sama. Artinya, hakikat manusia pada dasarnya adalah jahat. “Manusia adalah jahat dan sesungguhnya manusia itu dengan mudah mempertunjukkan kekejamannya”. Machievelli sepakat dengan konsepsi Polybius tidak hanya terhadap pandangan terhadap keadaan sebagai satu macam keseimbangan kekuatan, akan tetapi jug ide-idenya tentang keseimbangan kekuatan sebagai sumber kestabilan dan kondisi yang bertahan lama. Sesuatu hal yang sangat mungkin bahwa keutuhan Negara dapat dibentuk hanya dengan tindakan seorang penguasa yang agresif. Namun demikian bilamana, berbagai macam kekuatan itu memberikan pengakuan dan kepentingan penguasa, bangsawan dan rakyat akan tercapai suatu kemerdekaan.