BAB 2
Kepemimpinan jenis
ini didefinisikan sebagai kepemimpinan yang melibatkan suatu proses pertukaran
(exchange process) di mana para pengikut mendapat imbalan yang segera dan nyata
untuk melakukan perintah-perintah pemimpin. Sementara itu kepemimpinan
transformasional adalah kepemimpinan yang dipertentangkan dengan kepemimpinan
yang memelihara status quo. Kepemimpinan transformasional inilah yang
sungguh-sungguh diartikan sebagai kepemimpinan yang sejati karena kepemimpinan
ini sungguh bekerja menuju sasaran pada tindakan mengarahkan organisasi kepada
suatu tujuan yang tidak pernah diraih sebelumnya.
Di dalam merumuskan proses perubahan, biasanya digunakan pendekatan transformasional yang manusiawi, di mana lingkungan kerja yang partisipatif, peluang untuk mengembangkan kepribadian, dan keterbukaan dianggap sebagai kondisi yang melatarbelakangi proses tersebut, tetapi di dalam praktek, proses perubahan itu dijalankan dengan bertumpu pada pendekatan transaksional yang mekanistik dan bersifat teknikal, di mana manusia cenderung dipandang sebagai suatu entiti ekonomik yang siap untuk dimanipulasi dengan menggunakan sistem imbalan dan umpan balik negatif, dalam rangka mencapai manfaat ekonomik yang sebesar-besarnya (Bass, 1990; Bass dan Avolio, 1990; Hater dan Bass, 1988, seperti dikutip oleh Hartanto, 1991).
Seperti diungkapkan oleh Andi Mapiare, pertumbuhan jabatan dalam pekerjaan dapat dialami oleh seorang hanya apabila dijalani proses belajar dan berpengalaman, dan diharapkan orang yang bersangkutan memiliki sikap kerja yang bertambah maju kearah positif, memiliki kecakapan (pengetahuan) kerja yang bertambah baik serta memiliki ketrampilan kerja yang bertambah dalam kualitas dan kuantitas (Rakhmat, 1996). Lama menjabat pada Jabatan sekarang Seperti halnya dengan lama bekerja di organisasi, lama menjabat pada jabatan sekarang juga berkaitan dengan penyesuaian jabatan. Seperti diungkapkan oleh Andi Mapiare, penyesuaian di sini berkaitan dengan penyesuaian-penyesuaian diri sendiri terhadap pekerjaan atau jabatan itu sendiri, terhadap jam kerja, terhadap personal yang lain terutama terhadap bawahannya (Rakhmat, 1996).
TABEL 3 Korelasi Non Parametrik Rank Spearman Hubungan Antara Dimensi Kepemimpinan Transformasional dan Karakteristik Personal Pemimpin DimensiKpmn Transformasional II IM IS IC MLQ (prob.)(prob.)(prob.)(prob.) (prob.) Karakteristik Personal Lama bekerja -0,209 -0.089 -0.120 -0,169 -0,141 (0,125)(0,517)(0,384)(0,218)(0,303) Lama menjabat -0,121 -0,059 -0,169 -0,078 -0,074 (0,378)(0,669)(0,216)(0,571) (0,590) Tingkat pendidikan 0,203 0,036 0,154 0,072 0,087 (0,137)(0,792)(0,261)(0,600) (0,528) Total karakteristik -0,169 -0,171 -0,192 -0,159 -0,153 (0,217)(0,212)(0,160)(0,248)(0,265) Sumber: Data Primer Diolah (2000) Keterangan: I I : Idealized Influence (Charisma) I M : Inspirational Motivation I S : Intellectual Stimulation I C : Individualized Consideration M L Q : Multifactor Leadership Questionnaire Tabel 3 menunjukkan hubungan antara dimensi-dimensi kepemimpinan transformasional dengan karakteristik personal lemah dan berkebalikan seperti tampak pada koefisien korelasi senilai -0,153 dengan nilai probabilitas 0,265 (> 0,05).
Di dalam merumuskan proses perubahan, biasanya digunakan pendekatan transformasional yang manusiawi, di mana lingkungan kerja yang partisipatif, peluang untuk mengembangkan kepribadian, dan keterbukaan dianggap sebagai kondisi yang melatarbelakangi proses tersebut, tetapi di dalam praktek, proses perubahan itu dijalankan dengan bertumpu pada pendekatan transaksional yang mekanistik dan bersifat teknikal, di mana manusia cenderung dipandang sebagai suatu entiti ekonomik yang siap untuk dimanipulasi dengan menggunakan sistem imbalan dan umpan balik negatif, dalam rangka mencapai manfaat ekonomik yang sebesar-besarnya (Bass, 1990; Bass dan Avolio, 1990; Hater dan Bass, 1988, seperti dikutip oleh Hartanto, 1991).
Seperti diungkapkan oleh Andi Mapiare, pertumbuhan jabatan dalam pekerjaan dapat dialami oleh seorang hanya apabila dijalani proses belajar dan berpengalaman, dan diharapkan orang yang bersangkutan memiliki sikap kerja yang bertambah maju kearah positif, memiliki kecakapan (pengetahuan) kerja yang bertambah baik serta memiliki ketrampilan kerja yang bertambah dalam kualitas dan kuantitas (Rakhmat, 1996). Lama menjabat pada Jabatan sekarang Seperti halnya dengan lama bekerja di organisasi, lama menjabat pada jabatan sekarang juga berkaitan dengan penyesuaian jabatan. Seperti diungkapkan oleh Andi Mapiare, penyesuaian di sini berkaitan dengan penyesuaian-penyesuaian diri sendiri terhadap pekerjaan atau jabatan itu sendiri, terhadap jam kerja, terhadap personal yang lain terutama terhadap bawahannya (Rakhmat, 1996).
TABEL 3 Korelasi Non Parametrik Rank Spearman Hubungan Antara Dimensi Kepemimpinan Transformasional dan Karakteristik Personal Pemimpin DimensiKpmn Transformasional II IM IS IC MLQ (prob.)(prob.)(prob.)(prob.) (prob.) Karakteristik Personal Lama bekerja -0,209 -0.089 -0.120 -0,169 -0,141 (0,125)(0,517)(0,384)(0,218)(0,303) Lama menjabat -0,121 -0,059 -0,169 -0,078 -0,074 (0,378)(0,669)(0,216)(0,571) (0,590) Tingkat pendidikan 0,203 0,036 0,154 0,072 0,087 (0,137)(0,792)(0,261)(0,600) (0,528) Total karakteristik -0,169 -0,171 -0,192 -0,159 -0,153 (0,217)(0,212)(0,160)(0,248)(0,265) Sumber: Data Primer Diolah (2000) Keterangan: I I : Idealized Influence (Charisma) I M : Inspirational Motivation I S : Intellectual Stimulation I C : Individualized Consideration M L Q : Multifactor Leadership Questionnaire Tabel 3 menunjukkan hubungan antara dimensi-dimensi kepemimpinan transformasional dengan karakteristik personal lemah dan berkebalikan seperti tampak pada koefisien korelasi senilai -0,153 dengan nilai probabilitas 0,265 (> 0,05).
Sementara itu koefisien korelasi antara karakteristik personal dan
dimensi kepemimpinan transformasional ''karismatik'' yang mempunyai hubungan
searah (+) adalah tingkat pendidikan seperti tampak pada koefisien korelasi
senilai 0,203 dengan nilai probabilitas 0,137 (> 0,05), meskipun hubungan
antara kedua variabel tersebut tidak cukup signifikan. Hal tersebut dapat terja
di karena semakin tinggi pendidikan yang dimiliki seorang pemimpin akan semakin
luas wawasan dan kesadaran akan misi organisasi, sehingga pemimpin semakin
mampu membangkitkan kebanggaan, serta menumbuhkan sikap hormat dan kepercayaan
kepada para bawahannya.
Secara garis besar ditemukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kepemimpinan transformasional dengan karakteristik personal pemimpin, sedangkan seluruh dimensi kepemimpinan transformasional ''karismatik'', ''motivasi inspirasional'', ''stimulasi intelektual'', dan ''konsiderasi individual'' berhubungan paling erat dan searah dengan karakteristik personal tingkat pendidikan pemimpin. Walaupun tidak ada hubungan yang berarti antara dimensi kepemimpinan transformasional dengan karakteristik personal pemimpin pada organisasi yang bergerak dalam bidang pendidikan, organisasi tetap harus memperhatikan hubungan dari kedua variabel ini karena karakteristik personal tidak hanya terbatas pada pengalaman (experience), tetapi juga meliputi derajat kemampuan pemimpin menghadapi kegagalan dan memiliki kekuatan pribadi (emotional coping), derajat kemampuan pemimpin mendukung perilaku yang efektif dan memelihara rasa optimis (behavioral coping), kemampuan pemimpin untuk menyalurkan dan mengevaluasi ide kritis (abstrak orientation), derajat kesediaan pemimpin untuk menerima tantangan (risk taking), kesediaan pemimpin untuk mecoba hal baru dan menantang status quo (inovation), derajat kemampuan pemimpin menggunakan humor untuk menyenangkan bawahannya (use of humor) (Dubinsky, Yammarino, Jolson, 1995).
Sumber: http://id.shvoong.com/social-sciences/1776213-hubungan-kepemimpinan-transformasional/#ixzz2DQLO2jW7
Secara garis besar ditemukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kepemimpinan transformasional dengan karakteristik personal pemimpin, sedangkan seluruh dimensi kepemimpinan transformasional ''karismatik'', ''motivasi inspirasional'', ''stimulasi intelektual'', dan ''konsiderasi individual'' berhubungan paling erat dan searah dengan karakteristik personal tingkat pendidikan pemimpin. Walaupun tidak ada hubungan yang berarti antara dimensi kepemimpinan transformasional dengan karakteristik personal pemimpin pada organisasi yang bergerak dalam bidang pendidikan, organisasi tetap harus memperhatikan hubungan dari kedua variabel ini karena karakteristik personal tidak hanya terbatas pada pengalaman (experience), tetapi juga meliputi derajat kemampuan pemimpin menghadapi kegagalan dan memiliki kekuatan pribadi (emotional coping), derajat kemampuan pemimpin mendukung perilaku yang efektif dan memelihara rasa optimis (behavioral coping), kemampuan pemimpin untuk menyalurkan dan mengevaluasi ide kritis (abstrak orientation), derajat kesediaan pemimpin untuk menerima tantangan (risk taking), kesediaan pemimpin untuk mecoba hal baru dan menantang status quo (inovation), derajat kemampuan pemimpin menggunakan humor untuk menyenangkan bawahannya (use of humor) (Dubinsky, Yammarino, Jolson, 1995).
Sumber: http://id.shvoong.com/social-sciences/1776213-hubungan-kepemimpinan-transformasional/#ixzz2DQLO2jW7
Pengaruh Komunikasi Terhadap Kinerja Pegawai Pada Dinas
Pengairan Provinsi Sumatera Utara Medan. Di bawah bimbingan Dra. Ulfa, MS,
Prof. Dr. Hj. Ritha F. Dallmunthe, SE, M.Si selaku Ketua Departemen Manajemen,
Drs. Liasta Ginting M.Si selaku Dosen Penguji I, Drs. Ami Dilham M.Si selaku
dosen penguji II. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh komunikasi
terhadap kinerja pegawai di Dinas Pengairan Provinsi Sumatera Utara Medan.
Komunikasi adalah variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Penelitian iui
dilakukan kepada pegawai Dinas Pengairan Provinsi Sumatera Utara Medan dengan
menggunakan metode aksidental sampling. Data primer dalam penelitian ini
diperoleh dari wawancara dan kuisioner yang skala pengukurannya menggunakan
skala likert dan diolah secara statistik dengan program SPSS versi 12.00 yaitu
model uji t, uji asumsi klasik dan identifikasi determinan (R) serta
menggambarkan kuisioner secara deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian dapat
diketahui bahwa variabel bebas mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
variabel terikat. Berarti variabel komunikasi berpengaruh nyata terhadap
kineria pegawai. Hasil pengujian determinan menunjukkan bahwa 10,8 % variabel
yang terjadi terhadap kinerja pegawai disebabkan variabel komuuikasi dan sisanya
89,2 % dipengaruh oleh variable yang tidak diteliti.
menganalisis pengaruh signifrkan
dari motivasi yang terdiri dari kebutuhan akan prestasi, kebutuhan berafiliasi
dan kebutuhan akan kekuasaan, baik secara bersama-sama maupun secara parsial
terhadap kinerja karyawan dan kepuasan kerja. Selain itu, penelitian ini juga
untuk menganalisis dengan adanya variabel moderator komitmen karyawan , dapat
meningkatkan pengaruh motivasi terhadap kinerja dan kepuasan kerja karyawan.
Metode penelitian yang digunakan adalah regresi linier berganda dua tahap.
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa faktor-faktor motivasi baik secara bersamasama maupun secara parsial,
berpengaruh signifikan terhadap kinerja dan kepuasan kerja karyawan. Selain itu
hasil penelitian menunjukkan juga bahwa dengan adanya variabel moderator
komitmen karyawan, akan meningkatkan pengaruh faktor-faktor motivasi terhadap
kinerja dan kepuasan kerja karyawan.
Kata-kata kunci : Motivasi, kebutuhan akan prestasi, kebutuhan
berafiliasi, kebutuhan akan kekuasaan, kinerja karyawan, kepuasan kerja
karyawan
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis,
konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa
juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan
menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Tidak
satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau
dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan
hilangnya masyarakat itu sendiri.Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan
ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut
diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat
istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri
individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam
setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun
yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok
masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya
masyarakat itu sendiri.Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan
sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan
integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.
Sumber : wikipedia
Kesimpulan
ialah setiap permasalahan mempunyai teori teori sendiri untuk memperkuatnya dan
setiap permasalahan memiliki dan Teori
yang deduktif : Memberi keterangan yang dimulai dari suatu perkiraan atau
pikiran spekulatif tertentu kearah data yang akan diterangkan, Teori yang
induktif : adalah cara menerangkan dari data kea rah teori. Dalam bentuk
ekstrim titik pandang yang positivistic ini dijimpai pada kaum behaviorist,
Teori yang Fungsional : disini tampak satu interaksi pengaruh antara data dan
perkiraan teoritis, yaitu data mempengaruhi pembentukan teori dan pembentukan
teori kembali mempengaruhi data.